Diva Indonesia dan anggota DPR RI dari Malang Raya, Krisdayanti mengungkapkan duka citanya atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 127 orang usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022.
Ungkapan kesedihan Krisdayanti ini diunggah di halaman Instagramnya, Ahad, 2 Oktober 2022.
“Innalillahiwainnailihirajiun.
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kejadian yang menimpa pecinta sepak bola Tanah Air di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Semoga 127 korban jiwa yang meninggal mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT serta keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
Aamiin yaAllah YRA,” tulisnya pada keterangan unggahannya.
Ibu empat anak ini mengunggah foto Stadion Kanjuruhan Malang saat masih sepi.
Pada bagian tribun utama tertulis, Salam Satu Jiwa.
Di atas foto itu, Krisdayanti menuliskan, “Tak ada sepak bola yang seharga nyawa.” Istri Raul Lemos ini menggunakan instrumental Imaginary Poet berjudul Condolences sebagai latar musik unggahan foto yang senyap itu.
Pagi ini, Kepolisian Daerah Jawa Timur merilis jumlah korban tewas dari Tragedi Kanjuruhan sebanyak 127 orang.
Jumlah ini masih bisa bertambah.
Kerusuhan meletup setelah pertandingan dengan tensi tinggi itu berakhir dengan skor 2 – 3 yang dimenangkan Persebaya.
Aremania yang tidak terima, merangsek masuk ke lapangan.
Polisi berusaha mengejar penonton ke lapangan dan memukulinya.
Polisi lain menembakkan gas air mata ke arah tribun yang membuat penonton kocar-kacir lantaran mata perih, sesak napas, panik, dan tak bisa segera keluar lapangan hingga menyebabkan kekurangan oksigen.
Padahal, dalam aturan FIFA sudah menyebutkan larangan penggunaan gas air mata untuk menghalau kerusuhan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga mengungkapkan duka citanya.
“Sungguh ini adalah tragedi terbesar dalam perhelatan olahraga di Indonesia.
Turut berduka cita atas meninggalnya 127 penonton dan aparat petugas.
Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran,” tulisnya.
Pria yang akrab disapa Emil itu meminta semua pihak introspeksi atas tragedi ini.
“Tujuan berolahraga, pembelajaran menerima kemenangan atau kekalahan, profesionalitas kepanitiaan sebuah kegiatan olahraga, teknik pengamanan dll.
Jangan selalu kejar demi rating TV dengan memaksa pertandingan selalu malam hari,” tulisnya.
Pertandingan seharusnya sudah diminta bergeser pada sore hari, tapi stasiun televisi yang menyiarkannya dikabarkan meminta digelar pada pukul 8 malam yang amat berisiko kerusuhan.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.